Kepala sekolah juga harus bertanggung jawab terhadap
kegiatan-kegiatan yang kita sebut sebagai pembudayaan sekolah. Seperti,
menjaga kebersihan lingkungan, menggunakan toilet dengan benar,
penyediaan tempat sampah dan pembiasaan anak-anak membuang sampah pada
tempatnya, termasuk membiasanya budaya bersih-rapi-nyaman-disiplin-sopan
santun.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun
2012, Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Puskurbuk), mempunyai tugas
melaksanakan penyusunan kebijakan teknis, pengembangan kurikulum,
metodologi pembelajaran, dan perbukuan pendidikan anak usia dini,
pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan nonformal dan
pendidikan informal.
Secara teknis, Puskurbuk melakukan
koordinasi kegiatan pendidikan karakter di tingkat Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), termasuk koordinasi dengan
unit-unit utama. Kemdikbud juga mengintegrasikan pendidikan karakter
dalam kurikulum yang sudah ada dengan kegiatan-kegiatan penguatan
pendidikan karakter dan penyusunan buku panduannya.
Ada beberapa
strategi yang dilakukan Kemdikbud untuk penguatan pelaksanaan pendidikan
karakter, yaitu dengan memperkuat panduan bagaimana melaksanakannya
(pendidikan karakter), lalu mengakomodasi lembaga yang sudah
melaksanakan pendidikan karakter walaupun dengan nama yang berbeda-beda.
Ketiga, menguatkan kegiatan yang sudah ada di sekolah, disamping
Kemdikbud tetap melakukan koordinasi menyeluruh.
Sejak 2011,
Puskurbuk sudah mengidentifikasi berbagai kegiatan-kegiatan yang
dilakukan unit-unit utama untuk pendidikan karakter. Pada umumnya,
mereka lebih ke menyosialisasikan dokumen-dokumen pendidikan karakter
dan bagaimana mengintegrasikan pendidikan karakter itu dalam kurikulum.
Berdasarkan
hasil monitoring, hampir 100 persen sekolah di kabupaten/kota maupun
provinsi sudah mengetahui pentingnya penerapan pendidikan karakter.
Artinya, sosialisasi yang dilakukan oleh Pusat sudah berhasil.
Keberhasilan itu juga didukung oleh unit-unit utama yang disetiap
kegiatan mereka yang melibatkan banyak peserta dari seluruh Indonesia,
seperti pelatihan atau sosialisasi hal lainnya, selalu menyisipkan waktu
untuk sosialisasi pendidikan karakter. Jadi, sosialisasi pendidikan
karakter sudah cukup masif.
Nah, bagaimana pelaksanaannya di
sekolah pada saat ini? Mengingat konsep dasarnya mengintegrasikan
pendidikan karakter dalam kurikulum, maka tidak ada penambahan mata
pelajaran. Semua guru, kepala sekolah maupun tenaga pendidikan yang lain
bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah
masing-masing. Jadi, nilai-nilai dalam pendidikan karakter
diintegrasikan dalam mata pelajaran atau pembiasaan-pembiasaan dengan
beragam cara yang tepat.
Untuk kedisiplinan, misalnya. Anak
diharuskan mengerjakan PR, datang tepat waktu, tidak menyontek, dan
sebagainya. Di samping itu, kepala sekolah juga harus bertanggung jawab
terhadap kegiatan-kegiatan yang kita sebut sebagai pembudayaan sekolah.
Seperti, menjaga kebersihan lingkungan, menggunakan toilet dengan benar,
penyediaan tempat sampah dan pembiasaan anak-anak membuang sampah pada
tempatnya, termasuk membiasanya budaya bersih-rapi-nyaman-disiplin-sopan
santun.
Saat ini, Pemerintah Pusat telah menunjuk 300 sekolah
di 33 provinsi dan 44 kabupaten/kota yang dijadikan sekolah perintis
pendidikan karakter. Sekolah perintis tersebut terdiri dari PAUD, SD,
SMP, SMA, SMK, PLB, dan PKBM.
Pusat juga sudah bekerja sama
dengan Dikti untuk pendidikan karakter di perguruan tinggi. Adapun
pendidikan karakter di tingkat pendidikan tinggi agak berbeda dengan
pendidikan dasar dan menengah. Meskipun penerapannya tidak terlalu
berbeda, tetapi strateginya harus berbeda mengingat mahasiswanya dinilai
sudah dewasa. Ada juga yang dimasukkan untuk mata kuliah tertentu,
seperti bela negara.
Pemerintah memunculkan gerakan pendidikan
karakter tentu setelah melalui pertimbangan matang berdasarkan kajian
mendalam. Di tengah masyarakat terdapat anggapan, bahwa hasil pendidikan
hanya melahirkan anak pintar, namun berperilaku tidak sopan, tidak
peduli, kurang cinta pada tanah air, dan cenderung radikal. Dengan
begitu, pembelajaran di sekolah dianggap lebih menekankan pada aspek
kognitif.
Sekolah juga dinilai kurang menekankan siswa pada
sikap untuk berbuat baik. Oleh karena itulah pemerintah mencanangkan
gerakan pendidikan berbasis karakter dengan harapan bahwa peserta didik
tidak hanya memiliki pengetahuan tetapi juga memiliki sikap dan
nilai-nilai yang baik.
Kajian lapangan
Bertujuan
melihat perkembangan pendidikan karakter di sekolah, Kemdikbud telah
melakukan kajian lapangan di berbagai jenis sekolah, termasuk sekolah
yang kurang bagus. Bahkan, di Jakarta ada sebuah SMP yang muridnya dari
golongan ekonomi bawah dan berlokasi dekat tempat pembuangan akhir
sampah.
Namun demikian, kepala sekolah mempunyai tekad kuat
untuk membentuk anak didiknya mempunyai karakter yang bagus, seperti
disiplin, bersih, dan sebagainya. Ternyata, semua itu berhasil.
Pemilihan sekolah sebagai perintis pendidikan karakter diserahkan kepada dinas masing-masing. Di daerah piloting,
sosialisasi ditujukan kepada seluruh warga sekolah, termasuk kepala
sekolah, guru, murid, dan tenaga kependidikan. Kepala sekolah berperan
sebagai pemimpin dalam pendidikan karakter ini, sehingga kepala sekolah
yang harus selalu mengingatkan.
Jadi, kunci keberhasilan
pendidikan karakter itu ada di karakter kepala sekolah. Kalau dia
berniat berubah menjadi yang lebih baik, maka seterusnya akan menularkan
perilaku baik bagi guru-guru dan murid-muridnya.
Prinsipnya,
tentu dimulai dari diri sendiri, diawali dari yang mudah, dan dilakukan
saat ini juga. Misalnya, datang tepat waktu. Itu dulu yang dilakukan
sebagai contoh. Jika tidak dilakukan, hanya akan menjadi konsep saja.
Diimplementasikan
di sekolah, Kemdikbud tidak menginginkan pendidikan karakter dinilai
sama dengan mata pelajaran lainnya. Tentu saja, karena ini menyangkut
pengembangan sikap, nilai, dan pembiasaan. Namun, Kemdikbud mengharapkan
guru bisa mengamati anak itu.
Kemdikbud tidak mempermasalahkan
penilainya. Hal terpenting adalah, lingkungan sekolah, baik murid, guru,
dan tenaga kependidikannya, menjadi lebih baik karena menerapkan
pendidikan karakter.
Hasil dari pendidikan karakter tidak dapat
dirasakan atau dilihat seketika, karena hal ini memerlukan waktu lama.
Penerapan pendidikan karakter memerlukan kerja sama berbagai pihak dan
juga memerlukan contoh dari pendidik, tenaga kependidikan, dan orang
tua. Setidaknya, ada koordinasi antara sekolah dengan orang tua,
misalnya melalui momen mengambil rapor, atau buku penghubung. Jika kerja
sama antara yang di sekolah dengan yang di rumah sudah terjalan baik,
nanti hasilnya akan menjadi lebih baik lagi.
Melihat pendidikan karakter amat penting dalam kehidupan anak didik, orang tua hendaknya jangan hanya ngotot
putranya lulus ujian nasional (UN) dengan nilai bagus. Para orang tua
hendaknya juga berharap putranya memiliki moral dan perilaku lebih baik,
cerdas dan berhati mulia.
Demikianlah kitanya generasi emas
dambaan. Kita menaruh harapan besar pada generasi seperti ini dalam
kehidupan bernegara dan berbangsa pada masa mendatang. Semoga harapan
ini terwujud. (ARIFAH/RATIH) @kompas.com